D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KRISMA DERY
111524014
M. HANAFI MISURA 111524018
MAYA JUSTITIA 111524024
ZAFIRAH RUMALIA NASUTION 111524043
HUSAINI 111524105
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi obat adalah perubahan efek
suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan,
obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat
terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat
perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap
tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah
sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian
karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit
sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai
subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi
obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting
bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat.
Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan
yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan
obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.
Oleh karena itu,
setiap pusat pengobatan modern seperti rumah sakit, puskesmas, praktek dokter
pribadi, dan apotek, sebaiknya atau bahkan seharusnya memiliki akses paling
tidak ke salah satu pusat data interaksi obat. Hal ini, bertujuan untuk
menghindari terjadinya interaksi antar
obat yang diberikan kepada pasien
dan rasionalisasi penggunaan obat dapat tercapai.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Hipnotik
dan Sedatif
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi
susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan
kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati. Obat-obatan hipnotik sedative
adalah istilah untuk obat-obatan yamg mampu mendepresi sistem saraf pusat.
Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek
menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek
mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur (Tjay,
2002).
Penggolongan suatu obat
ke dalam jenis sedative-hipnotik menunjukkan bahwa kegunaan terapeutik utamanya
adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya rasa cemas) atau
menyebabkan kantuk. Sedative-hipnotik seringkali diresepkan untuk gangguan
tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan penekan Sistem Saraf Pusat yang
dapat menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional) dalam berbagai
tingkat dalam Sistem Saraf Pusat (Goodman and Gilman, 2006).
Sedatif adalah obat
tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan pada siang hari
untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok psikoleptika yang
mencakup obat0obat yang menekan atau menghambat sisem saraf pusat. Sedatif
berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan
penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang
khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya antikolinergika (Lüllmann, 2000).
Sedatif-hipnotik
berkhasiat menekan Sistem Saraf Pusat bila digunakan dalam dosis yang
meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan efek
berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan pada
dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi pernafasan dan
kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini
lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (Neal, 2002).
Hipnotika atau obat
tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik diperuntukkan untuk
mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk,
mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang
menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa
pada keesokan harinya (Tjay, 2002).
Efek hipnotik meliputi
depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi, hal ini dapat
dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan dosis. Depresi
sistemsaraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan karakteristik
dari sedative-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan untuk hipnotik
dapat mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis yang tinggi, obat
sedative-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan vasomotor di
medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian (Katzung, 2002).
Bentuk yang paling
ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah sedasi, dimana penekanan sistem
saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih rendah dapat menghilangkan respon
fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Sedatif terutama
digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat menimbulkan efek
hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obat-obat
sedatif-hipnotik mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai contoh adalah
barbiturat dengan masa kerja yang sangat singkat yang digunakan untuk
menimbulkan anestesi adalah natrium thiopental (Pentothal) (Katzung, 2002).
2.2 Penggolongan Obat
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai
obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana
nyeri akut dan kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta
insomnia. Obat-obatan sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok,
yakni:
1. Benzodiazepin: alprazopam,
klordiazepoksid, klorazepat, diazepam, flurazepam, lorazepam, midazolam
2. Barbiturat:
amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental
3. Golongan obat
nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat, ketamin, propofol,
dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat (Ganiswarna, 1995).
2.2.1
Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek
farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot
melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak
digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu
rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin
dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim
mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti
barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan
penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus,
yaitu flumazenil (Craig, 2007).
Mekanisme
Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi
gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga
kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan
mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal (Ganiswarna, 1995).
Efek sedative timbul dari aktivasi
reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari reseptor
GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara efek
ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala)
(Craig, 2007).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine
menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak
(kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan
farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine
larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan
hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan
efek obat ini (Craig,
2007).
Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine
dengan menghambat transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi
fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak
jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan
semua fungsi fisiologi proteksi jantung (Goodman and Gilman, 2006).
Efek
Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada
pengunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama
2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan
darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya
sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis (Ganiswarna, 1995).
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan
obat anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan
meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain
itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek
analgesic opioid.
Contoh obat
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan
struktur cincin yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat
ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali
lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat
disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek
sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan
pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak
terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi
perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam
lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam
dari obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat
melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding
propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke
sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar
midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang
pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak
ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek
daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua
dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan
lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi
yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding
diazepam.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak
dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena
tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV
atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai
puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang
tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan
terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam
sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya
kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan
dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi
protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan
efek samping dari diazepam.
c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya
berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam
lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan
efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati
menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama
yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka
metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat
enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat
disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.
2.2.2
Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara
ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa
penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti
konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam
barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan
hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat
depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan
kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang
dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai
mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan
tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek
antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5-
fenil misalnya fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari
lambung dan usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk
mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum.
Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein
plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental
dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak
dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan
cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan
fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di
ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi
eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak
berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif
dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai
akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan
pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat
golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi
barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson.
Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu,
karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita
usia lanjut.
2.2.3
Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
a. Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan
secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta
mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide.
Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan
secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara
dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan
penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30
detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan
obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan
kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada
tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena
yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat
di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme
Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan
tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap
memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA.
GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA
diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan
hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post
sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor
komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan
GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride
channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif
hepatic oleh cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi
hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih
banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam
glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol
oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide
menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek
hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh
propofol adalah 0,5-1,5 jam.
b. Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan
disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal
dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol
dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada
dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme
Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor
N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain
termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal
kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan
etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga
dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi
netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil
sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi
sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang
memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat,
kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik.
Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara
intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu
berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan
misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di
plasma.
c. Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas
ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral.
Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi
tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan
efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria
sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah
hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku
otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada
pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.
d. Kloralhidrat
Kloralhidrat adalah
aldehida yang terikat dengan air, menjadi alkohol. Efek bagi pasien-pasien yang
gelisah, juga sebagai obat pereda pada penyakit saraf hysteria.
Berhubung cepat terjadinya toleransi dan resiko akan ketergantungan fisik dan
psikis, obat ini hanya digunakan untuk waktu singkat (1-2 minggu) (Tjay, 2002).
2.3
Interaksi Obat
Reaksi obat, kombinasi barbiturat dengan depresan SSP
lainmisal etanol akan meningkatkan efek depresinya. Antihistamin, isoniazid,
metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efefk depresi
barbiturate.
Interaksi obat yang paling sering melibatkan
hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat
lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan
dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesic narkotik, antikonvulsi,
fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan trisiklik.
Contoh Obat Dipasaran
Nama
Obat
|
Bentuk
Sediaan
|
Dosis
Dewasa (mg)
|
Amobarbital
|
Kapsul,tablet,injeksi,bubuk
|
30-50;
3x
|
Aprobarbital
|
Eliksir
|
40;
3x
|
Butabarbital
|
Kapsul,tablet,eliksir
|
15-30
; 3-4x
|
Pentobarbital
|
Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria
|
20
; 3-4x
|
Sekobarbital
|
Kapsul,tablet,injeksi
|
30-50
; 3-4x
|
Fenobarbital
|
Kapsul,tablet,
eliksir,injeksi
|
15-40
; 3x
|
Tabel. Interaksi Obat
NO
|
Obat
A
|
Obat
B
|
Mekanisme
obat A
|
Mekanisme
obat B
|
Interaksi
Obat
|
Nama
Dagang
|
Sifat
|
1
|
Barbiturat
|
alkohol
|
Bekerja pada seluruh system saraf
pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA
|
Mengganggu keseimbangan antara
eksitasi dan inhibisi di otak karena penghambatan atau penekanan saraf
perangsangan
|
Alkohol memperberat depresi SSP,
memperberat hipotensi (pada pemakaian parenteral), memperberat kelemahan otot
(pemakaian parenteral)
|
Amobarbital (AMYTAL), Aprobarbital
(ALURATE), Butabarbital (BUTISOL),
Mefobarbital (MEBARAL)
|
Antagonis
|
2
|
Benzodia-zepin
|
Disul-firam
|
Berinteraksi dengan reseptor
penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Disulfiram menghambat metabolism
golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar benzodiazepin dalam
darah.
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Antagonis
|
|
3
|
Benzodia-zepin
|
Sime-tidin
|
Berinteraksi dengan reseptor
penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Menghambat reseptor H2
secara selektif dan reversible sehingga menghambat sekresi asam lambung.
|
Simetidin menghambat metabolism
golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar benzodiazepin dalam
darah.
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Sinergis
|
4
|
Benzodia-zepin
|
Val-proat
|
Berinteraksi dengan reseptor
penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
Meningkatkan kadar GABA dalam otak
|
Valproat menurunkan glukuronidasi
benzodiazepine yang secara utama dimetabolisme konjugasi glukuronida sehingga
meningkatkan efek benzodiazepin.
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Aditif
|
5
|
Fenobar-bital
|
Asam Val-proat
|
Bekerja pada seluruh system saraf
pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA
|
Meningkatkan kadar GABA dalam otak
|
Asam Valproat meningkatkan kadar
fenobarbital 40% karena terjadinya penghambatan hidroksilasi fenobarbital.
|
Asam Valproat (Depakene, Ikalep),
Fenobarbital (BELLAPHEEN, PHENTAL, PIPTAL PDIATRIC, SIBITAL
|
Aditif
|
6
|
diazepam
|
Jus anggur
|
Berinteraksi dengan reseptor
penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan
furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450
isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
|
Jus anggur akan menginhibisi efek
dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Antagonis
|
7
|
midazolam
|
Jus anggur
|
Berinteraksi dengan reseptor
penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan
furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450
isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
|
Jus anggur akan menginhibisi efek
dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Antagonis
|
8
|
quazepam
|
Jus anggur
|
Berinteraksi dengan reseptor
penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan
furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450
isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
|
Jus anggur akan menginhibisi efek
dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Antagonis
|
9
|
Triazolam
|
Jus anggur
|
Berinteraksi dengan reseptor
penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
|
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan
furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450
isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
|
Jus anggur akan menginhibisi efek
dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Antagonis
|
10
|
Citalopram
|
Jus anggur
|
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan
furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450
isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
|
Jus anggur akan menginhibisi efek
dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
|
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam
(ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
|
Antagonis
|
DAFTAR PUSTAKA
Craig,
R.Craig and Robert E.Stitzel. (2007). Modern Pharmacology With Clinical
Application-6th Ed. Lippncott Williams & Wilkin. Virginia.
Ganiswarna. (1995).
Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI
Goodman and
Gilman. (2006). The Pharmacologic Basis of Therapeutics – 11th Ed.,McGraw-Hill
Companies. Inc, New York.
Katzung,
G.Bertram. (2007). Basic & Clinical Pharmacology – 10th Ed. The McGraw-Hill
Companies. Inc, New York.
Lüllmann,
Heinz, [et al.]. (2000). Color Atlas of Pharmacology 2nd Ed. Thieme. New
York.
Neal,J.Michael.
(2002). Medical Pharmacology at a glance-4th Ed. Blackwell science Ltd. London
Tjay, T. H. dan
Rahardja. K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi
Kelima Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar