PENCARIAN

Minggu, 30 Desember 2012

INTERAKSI OBAT SEDATIF-HIPNOTIK








D
I
S
U
S
U
N

OLEH:


KRISMA DERY                                                         111524014
M. HANAFI MISURA                                               111524018
MAYA JUSTITIA                                                      111524024
ZAFIRAH RUMALIA NASUTION                        111524043
HUSAINI                                                                    111524105










FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.
Oleh karena itu, setiap pusat pengobatan modern seperti rumah sakit, puskesmas, praktek dokter pribadi, dan apotek, sebaiknya atau bahkan seharusnya memiliki akses paling tidak ke salah satu pusat data interaksi obat. Hal ini, bertujuan untuk menghindari terjadinya interaksi antar  obat  yang diberikan kepada pasien dan rasionalisasi penggunaan obat dapat tercapai.

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipnotik dan Sedatif
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati. Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-obatan yamg mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur (Tjay, 2002).
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedative-hipnotik menunjukkan bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Sedative-hipnotik seringkali diresepkan untuk gangguan tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan penekan Sistem Saraf Pusat yang dapat menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional) dalam berbagai tingkat dalam Sistem Saraf Pusat (Goodman and Gilman, 2006).
Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok psikoleptika yang mencakup obat0obat yang menekan atau menghambat sisem saraf pusat. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya antikolinergika (Lüllmann, 2000).
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan Sistem Saraf Pusat bila digunakan dalam dosis yang meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi pernafasan dan kematian. Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini lazimnya menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (Neal, 2002).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik diperuntukkan untuk mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan harinya (Tjay, 2002).
Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi, hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan dosis. Depresi sistemsaraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan karakteristik dari sedative-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan untuk hipnotik dapat mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis yang tinggi, obat sedative-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan vasomotor di medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian (Katzung, 2002).
Bentuk yang paling ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah sedasi, dimana penekanan sistem saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih rendah dapat menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Sedatif terutama digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat menimbulkan efek hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obat-obat sedatif-hipnotik mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai contoh adalah barbiturat dengan masa kerja yang sangat singkat yang digunakan untuk menimbulkan anestesi adalah natrium thiopental (Pentothal) (Katzung, 2002).

2.2 Penggolongan Obat
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam, flurazepam, lorazepam, midazolam
2.   Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental
3.   Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat, ketamin, propofol, dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat (Ganiswarna, 1995).
2.2.1 Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu flumazenil (Craig, 2007).
Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal (Ganiswarna, 1995).
              Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala) (Craig, 2007).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini (Craig, 2007).
  Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung (Goodman and Gilman, 2006).
Efek Samping
Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis (Ganiswarna, 1995).
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat
a.    Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin  yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
b.   Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.
c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.
Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.
2.2.2 Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital.
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi 
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
2.2.3 Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
a. Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.
b. Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.

Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.
c. Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.
d. Kloralhidrat
Kloralhidrat adalah aldehida yang terikat dengan air, menjadi alkohol. Efek bagi pasien-pasien yang gelisah, juga sebagai obat pereda pada penyakit saraf hysteria. Berhubung cepat terjadinya toleransi dan resiko akan ketergantungan fisik dan psikis, obat ini hanya digunakan untuk waktu singkat (1-2 minggu) (Tjay, 2002).

2.3 Interaksi Obat
Reaksi obat, kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lainmisal etanol akan meningkatkan efek depresinya. Antihistamin, isoniazid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efefk depresi barbiturate.
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesic narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan trisiklik.
Contoh Obat Dipasaran
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Dosis Dewasa (mg)
Amobarbital
Kapsul,tablet,injeksi,bubuk
30-50; 3x
Aprobarbital
Eliksir
40; 3x
Butabarbital
Kapsul,tablet,eliksir
15-30 ; 3-4x
Pentobarbital
Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria
20 ; 3-4x
Sekobarbital
Kapsul,tablet,injeksi
30-50 ; 3-4x
Fenobarbital
Kapsul,tablet, eliksir,injeksi
15-40 ; 3x

Tabel. Interaksi Obat
NO
Obat A
Obat B
Mekanisme obat A
Mekanisme obat B
Interaksi Obat
Nama Dagang
Sifat

1
Barbiturat
alkohol
Bekerja pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA
Mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak karena penghambatan atau penekanan saraf perangsangan
Alkohol memperberat depresi SSP, memperberat hipotensi (pada pemakaian parenteral), memperberat kelemahan otot (pemakaian parenteral)
Amobarbital (AMYTAL), Aprobarbital (ALURATE), Butabarbital (BUTISOL),
Mefobarbital (MEBARAL)
Antagonis

2
Benzodia-zepin
Disul-firam
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.

Disulfiram menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar benzodiazepin dalam darah.

Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Antagonis

3
Benzodia-zepin
Sime-tidin
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible sehingga menghambat sekresi asam lambung.
Simetidin menghambat metabolism golongan benzodiazepin dihati sehingga meningkatkan kadar benzodiazepin dalam darah.
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Sinergis

4
Benzodia-zepin
Val-proat
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
Meningkatkan kadar GABA dalam otak
Valproat menurunkan glukuronidasi benzodiazepine yang secara utama dimetabolisme konjugasi glukuronida sehingga meningkatkan efek benzodiazepin.
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Aditif
5
Fenobar-bital
Asam Val-proat
Bekerja pada seluruh system saraf pusat tapi hanya berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor GABAA
Meningkatkan kadar GABA dalam otak
Asam Valproat meningkatkan kadar fenobarbital 40% karena terjadinya penghambatan hidroksilasi fenobarbital.
Asam Valproat (Depakene, Ikalep), Fenobarbital (BELLAPHEEN, PHENTAL, PIPTAL PDIATRIC, SIBITAL
Aditif

6
diazepam
Jus anggur
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450 isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
Jus anggur akan menginhibisi efek dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Antagonis
7
midazolam
Jus anggur
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450 isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
Jus anggur akan menginhibisi efek dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Antagonis
8
quazepam
Jus anggur
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450 isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
Jus anggur akan menginhibisi efek dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Antagonis
9
Triazolam
Jus anggur
Berinteraksi dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh GABA.
jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450 isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
Jus anggur akan menginhibisi efek dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Antagonis
10
Citalopram
Jus anggur

jus anggur mengandung senyawa yang disebut dengan furanokumarin yang dapat mengganggu hati dan menyerap enzim sitokrom P450 isoform CYP3A4 di dinding usus kecil.
Jus anggur akan menginhibisi efek dari lintas metabolisme pertama dari benzidiazepin pada CYP3A4
Diazepam (CETALGIN), Lorazepam (ATIVAN), Midazolam (DORMICUM),
Antagonis


DAFTAR PUSTAKA


Craig, R.Craig and Robert E.Stitzel. (2007). Modern Pharmacology With Clinical Application-6th Ed. Lippncott Williams & Wilkin. Virginia.

Ganiswarna. (1995). Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI

Goodman and Gilman. (2006). The Pharmacologic Basis of Therapeutics – 11th Ed.,McGraw-Hill Companies. Inc, New York.

Katzung, G.Bertram. (2007). Basic & Clinical Pharmacology – 10th Ed. The McGraw-Hill Companies. Inc, New York.

Lüllmann, Heinz, [et al.]. (2000). Color Atlas of Pharmacology 2nd Ed. Thieme. New York.

Neal,J.Michael. (2002). Medical Pharmacology at a glance-4th Ed. Blackwell science Ltd. London

Tjay, T. H. dan Rahardja. K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar