PENCARIAN

Minggu, 23 April 2017

PENATALAKSANAAN ASMA 1

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI


PENDAHULUAN
       Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Kekerapannya meningkat dimana-mana. Penyakit ini merupakan beban yang berat bagi pelayanan kesehatan dan juga mengurangi produktifitas. Walaupun banyak kemajuan dalam pengobatan asma, akan tetapi angka kesakitan tidak berkurang, bahkan pada beberapa negara maju angka tersebut meningkat. Berkat kemajuan dalam penelitian dibidang kedokteran, pengertian mengenai asma juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga menyebabkan perubahan-perubahan dalam definisi dari asma sendiri. Kalau dulu penekanan dari definisi asma adalah penyempitan yang merata dari saluran nafas, diikuti oleh penekanan terhadap adanya peningkatan kepekaan (hipersensitivitas) saluran nafas, maka dewasa ini penekanan tersebut adalah adanya proses inflamasi pada saluran nafas penderita asma. Perubahan pengertian dalam konsep penyakit ini juga menyebabkan perubahan dalam penatalaksanaannya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengemukakan pendekatan-pendekatan baru dalam penatalaksanaan asma ini terutama dalam penderajatan dan pengobatannya baik untuk jangka panjang maupun untuk eksaserbasi akut.

DEFINISI
      Seperti telah dikemukakan di atas, terdapat perubahan dari waktu ke waktu mengenai definisi dari asma. Kalau pada mulanya definisi asma berdasarkan kelainan fungsi paru saja kemudian mengalami kemajuan dengan menambahkan penyebab dari kelainan fungsi paru tersebut maka sekarang ini definisi tersebut lebih ditekankan kepada adanya kelainan anatomi dari saluran nafas itu sendiri, yaitu adanya proses inflamasi. Sebagai contoh Ciba Foundation Guest Symposium (1958) menyarankan sebagai definisi asma: Asma adalah keadaaan dimana terdapat penyempitan yang merata dari saluran nafas yang mengalami perobahan dalam derajatnya dalam waktu yang singkat baik secara spontan ataupun karena pengobatan, dan tidak disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Selanjutnya cuplikan dari definisi yang disarankan oleh The Committee on Diagnostic Standards of The American Thoracic Society (1962): “Asma adalah penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kepekaan trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang manifestasinya berupa penyempitan menyeluruh dari saluran nafas yang mengalami perobahan dalam derajatnya baik secara spontan ataupun karena pengobatan”. 
      Menurut Global Strategy for Asthma Management and Prevention NHLBI/WHO Workshop Report (1995): Asma adalah penyakit yang ditandai oleh inflamasi kronik dari saluran nafas dimana banyak sel berperan, terutama sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode berulang dari mengi, sesak nafas, berat di dada dan batuk terutama pada malam hari dan/atau dini hari. Keluhan-keluhan ini biasanya disertai penyempitan saluran nafas yang merata tapi bervariasi, sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun karena pengobatan. Inflamasi ini juga meningkatkan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.

DIAGNOSIS 
     Sebagian dari kasus asma tidak terdiagnosis karena banyak penderita yang bisa mentolerir keluhan-keluhan yang tidak begitu berat, apalagi kalau keluhan tersebut berlangsung tidak begitu lama. Dengan demikian mereka belum/tidak datang ke dokter, tidak terdiagnosis dan tidak tertangani dengan baik. Bagi penderita yang sudah datang ke dokter, tapi karena keluhannya tidak spesifik juga tidak terdiagnosis. Ada ungkapan “bukan semua mengi disebabkan asma”. Akan tetapi kenyataannya sangat sering asma sebagai penyebab dari mengi. Karena itu pendekatan yang lebih tepat adalah “semua yang mengi adalah asma sampai terbukti ada penyebab lain”. Selain dari anamnesa, pemeriksaan fisik terutama pada waktu serangan, diagnosis akan lebih akurat dengan bantuan pemeriksaan faal paru. Pengukuran faal paru yang sangat berguna untuk diagnosis asma adalah: Respon terhadap pemberian agonis beta-2.Variasi penyempitan aliran udara yang dimonitor dengan APE. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan faal paru juga sangat berguna untuk menentukan klasifikasi beratnya asma. Klasifikasi beratnya asma sangat penting untuk menentukan rekomendasi pengobatan. Untuk memeriksa faal paru dapat dipakai spirometer, yang lebih praktis dan lebih sederhana adalah dengan peak flow meter. Peak flowmeter untuk penderita asma analog dengan tensimeter untuk penderita hipertensi, atau dengan glucotest strip pada penderita diabetes melitus. Ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan dalam mempertimbangkan diagnosis asma: Apakah penderita mendapat serangan atau serangan mengi yang berulang? Apakah penderita mengalami batuk yang sangat mengganggu pada malam hari? Apakah penderita mengalami batuk atau mengi setelah melakukan aktivitas? Apakah penderita mengalami batuk, mengi atau berat di dada setelah menghirup alergen atau polutan? Apakah flu yang dialami penderita berlanjut menjadi sesak atau berulang lebih dari 10 hari? Jika penderita memberikan jawaban “ya” terhadap salah satu dari pertanyaan di atas maka diagnosis asma sangat mungkin.Seperti dinyatakan di atas, pemeriksaan faal paru sangat penting untuk diagnosis dan klasifikasi asma.
      Adapun komponen faal paru yang penting di sini adalah VEP-1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) dan KVP (Kapasitas Vital Paksa) serta APE (Arus Puncak Ekspirasi), dimana yang terakhir ini diukur dengan memakai peak flowmeter. Yang penting dari pengukuran APE adalah menilai variasinya antara malam dan pagi.
Variasi harian ini dapat ditentukan sebagai berikut :
APE malam - APE pagi
Variasi harian = ´ 100 %
½ (APE malam + APE pagi)
Apabila variasi APE ini lebih dari 20 % maka ini diagnostik untuk asma. Pengukuran VEP-1 dan variasi APE ini juga berguna untuk menentukan klasifikasi dari asma.
       Adakalanya pada keadaan keadaan tertentu diperlukan pemeriksaan uji provokasi bronkus. Pemeriksan ini dilakukan bila ada kecurigaan akan asma, akan tetapi pada pemeriksaan fisik dan fungsi paru tidak ditemukan kelainan. Untuk menentukan pengobatan asma jangka panjang terlebih dulu harus ditentukan derajat asmanya sebagai berikut:

1. Intermiten :
    Gambaran klinis sebelum pengobatan:
  • Gejala bersifat intermiten kurang dari satu kali perminggu.
  • Gejala berlangsung singkat (beberapa jam sampai beberapa hari).
  • Serangan asma malam kurang dari 2 kali sebulan.
  • Tanpa keluhan dan faal paru normal diantara dua serangan.

          APE atau VEP-1: 80 % atau lebih dari perkiraan variasi kurang dari 20 %

2. Persisten :
   A. Ringan :
  • Gejala lebih dari 1 kali perminggu, tapi tidak tiap hari.
  • Gejala mungkin mengganggu aktifitas dan tidur.
  • Serangan asma malam lebih dari 2 kali sebulan.

          APE atau VEP-1 : 80 % atau lebih dari perkiraan Variasi 20 – 30 %
  
   B. Sedang :
  • Gejala timbul setiap hari.
  • Serangan sudah mengganggu aktivitas dan tidur.
  • Menggunakan inhalasi agonis beta-2 aksi singkat setiap hari.

          APE atau VEP-1 : Diatas 60 % tapi kurang dari 80 % dari perkiraan Variasi lebih dari 30 %

    C. Berat :
  • Gejala terus menerus.
  • Sering mendapat serangan.
  • Sering mengalami asma malam.
  • Kegiatan fisik sudah terbatas oleh gejala asma.

          APE atau VEP-1 : 60 % atau kurang dari pekiraan Variasi lebih dari 30 %

Catatan :
Bila pada seorang penderita terdapat satu saja ciri dari ciri-ciri yang ada dalam satu kategori, maka penderita tersebut sudah dapat ditempatkan pada kategori yang bersangkutan.

PENATALAKSANAAN JANGKA PANJANG
    Asma merupakan penyakit kronik yang mempunyai dampak yang besar baik terhadap individu yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat Dengan obat-obat dan cara pengobatan yang ada dewasa ini memang asma belum dapat disembuhkan. Akan tetapi dengan pendekatan-pendekatan baru diharapkan dapat mengendalikan penyakit ini. Dewasa ini penatalaksanaan asma bertujuan :
  • Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.
  • Pencegahan kekambuhan.
  • Mempertahankan fungsi paru senormal mungkin.
  • Mempertahankan kegiatan normal sehari-hari.
  • Menghindarkan efek samping obat-obat asma.
  • Mencegah terjadinya penyempitan saluran nafas yang bersifat irreversibel.
  • Mencegah kematian karena asma.

Untuk mencapai tujuan diatas direkomendasikan 6 cara pendekatan dalam penatalaksanaan asma ini :
1. Mendidik pasien berperan serta dalam pengobatan asmanya.
2. Menilai dan memantau beratnya asma berdasarkan keluhan dan fungsi paru sebanyak mungkin.
3. Mencegah dan mengendalikan pencetus asma.
4. Menentukan rencana pengobatan jangka panjang secara individual.
5. Menentukan rencana penanggulangan kekambuhan secara individual.
6. Menyediakan kontrol yang teratur.

PENGOBATAN
     Tujuan dari pengobatan adalah asma yang terkontrol; asma dikatakan terkontrol bila :
  • Gejala kronik minimal, idealnya tidak ada sama sekali termasuk gejala asma malam.
  • Minimal (jarang) mengalami serangan.
  • Tidak ada kujungan ke unit gawat darurat.
  • Kebutuhan pemakaian agonis beta-2 minimal.
  • Aktivitas normal tidak terganggu.
  • Variasi APE harian kecil dari 20 %.
  • Nilai APE mendekati normal.
  • Efek samping obat minimal atau tidak ada sama sekali.

Untuk mencapai tujuan pengobatan ini diperlukan obat-obat pengontrol (controller) dan obat-obat pelega (reliever). Obat-obat pengontrol : Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang diberikan tiap hari untuk jangka lama untuk mengontrol asma persisten.
Termasuk kedalam golongan ini adalah :
  • kortikosteroid inhalasi
  • kortikosteroid sistemik
  • natrium kromolin
  • natrium nedokromil
  • teofilin lepas lambat
  • agonis beta-2 inhalasi aksi lama
  • agonis beta-2 oral aksi lama
  • ketotifen (mungkin)
  • dll

Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah kortikosteroid inhalasi. Obat-obat pelega : Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk menghilangkan konstriksi bronkus beserta keluhan-keluhan yang menyertainya. Termasuk kedalam golongan ini adalah :
  • agonis beta-2 inhalasi
  • kortikosteroid sistemik
  • antikolinergik inhalasi
  • teofilin kerja singkat
  • agonis beta-2 oral kerja singkat

Agonis beta-2 inhalasi merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma eksaserbasi akut dan pencegahan pada exercise induce asthma.

Tahap 1 : Intermiten :
Pelega : 
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu tapi kurang dari sekali seminggu. Intensitas pengobatan tergantung kepada beratnya serangan. Inhalasi agonis beta-2 atau kromolin atau nedokromil sebelum exercise atau paparan terhadap alergen.

Tahap 2 : Persisten Ringan :
Obat harian :
Kortikosteroid inhalasi, 200 – 500 mcg, atau kromolin, atau nedokromil, atau teofilin lepas lambat. Jika perlu, tingkatkan dosis kortikosteroid inhalasi. Kalau dosis yang sedang dipakai 500 mcg tingkatkan sampai 800 mcg, atau tambahkan bronkodilator aksi lama (terutama untuk serangan asma malam) : agonis beta-2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat, atau agonis beta-2 oral.
Pelega :
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu, tidak lebih dari 3 – 4 kali sehari.

Tahap 3 : Persisten Sedang :
Obat harian :
Kortikosteroid inhalasi, 800 – 2000 mcg dan Bronkodilator aksi lama, terutama untuk asma malam : agonis beta-2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat atau agonis beta-2 aksi lama oral. 
Pelega :
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu, tidak lebih dari 3 – 4 kali sehari.

Tahap 4 : Persisten Berat :
Obat harian :
Kortikosteroid inhalasi, 800 – 2000 mcg atau lebih dan Bronkodilator aksi lama : Agonis beta-2 aksi lama atau teofilin lepas lambat, dan/atau agonis beta-2 aksi lama oral dan Kortikosteroid oral jangka lama.
Pelega :
Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu. 
Catatan :
Penderita memulai pengobatan pada tahap yang paling cocok dengan kondisi awalnya. Pemberian prednisolon dapat diberikan pada setiap tahap dan setiap waktu bila diperlukan. Jika penderita tidak terkontrol pada satu tahap, peningkataan tahap pengobatan dapat dipetimbangkan akan tetapi sebelumnya harus dinilai : teknik pemakaian obat oleh penderita, kepatuhan dan lingkungan (menghindari alergen dan faktor pencetus). Pengobatan harus ditinjau setiap 3-6 bulan. Jika keadaan terkontrol bisa bertahan minimal tiga bulan, maka penurunan tahap pengobatan secara berangsur-angsur dapat dilakukan.

PENATALAKSANAAN EKSASERBASI ( SERANGAN ) ASMA
     Eksaserbasi (serangan ) asma adalah memburuknya gejala asma secara cepat berupa bertambahnya sesak nafas, batuk mengi atau berat di dada atau kombinasi dari gejala–gejala ini. Serangan asma biasanya merupakan/mencerminkan kegagalan penatalaksanaan jangka panjang atau karena terpapar faktor pencetus. Serangan ini bervariasi mulai dari yang ringan sampai kepada keadaan yang mengancam jiwa. Memburuknya gejala bisa berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari; tetapi kadang–kadang bisa dalam beberapa
menit. Nasib dari penderita sering tergantung kepada :
  • Penilaian terhadap beratnya serangan
  • Tindakan pada awal serangan
  • Pengobatan terhadap serangan ini
  • Penilaian yang terlalu rendah (underassessment) terhadap beratnya serangan, tindakan yang tidak adekuat pada awal serangan dan pengobatan yang kurang terhadap serangan ini bisa memperburuk atau menyebabkan kematian penderita.

Tujuan dari pengobatan serangan asma adalah :
  • Menghilangkan penyempitan saluran secepat mungkin
  • Menghilangkan hipoxemia
  • Mengembalikan fungsi paru normal secepat mungkin
  • Mencegah kekambuhan
  • Mendiskusikan dan memberi petunjuk kepada penderita cara mengatasi serangan dikemudian hari.

       Selain dari beratnya serangan asma, penatalaksanaan serangan juga harus mempertimbangkan penderita tertentu , yaitu golongan yang mempunyai resiko tinggi . Yang termasuk ke dalam resiko tinggi ini adalah : menggunakan secara rutin atau baru menghentikan kortikosteroid sistemik dirawat dirumah sakit atau mengunjungi gawat darurat dalam tahun terakhir penderita dengan gangguan pskiatri atau psikososial tidak patuh dengan pengobatan asmanya. 

PENGOBATAN
     Pengobatan berikut ini biasanya diberikan berbarengan untuk dapat sesegera mungkin mengatasi serangan asma. 
1. Pemberian oksigen:
Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan saturasi O2 90% atau lebih.
2. Agonis beta-2:
Agonis beta-2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap 20 menit selama satu jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg, tarbutalin 10 mg). Nebulasi bisa dengan oksigen atau udara. Pemberian secara parenteral agonis beta-2 dapat dilakukan bila pemberian secara nebulasi tidak memberikan hasil. Pemberian bisa secara intramuskuler, subkutan atau intravena. Adrenalin (epinefrin) Obat ini dapat diberikan secara intramuskuler atau subkutan bila: Agonis beta 2 tidak tersedia Tidak ada respon terhadap agonis beta 2 inhalasi.
3. Bronkodilator tambahan:
Kombinasi agonis beta-2 dengan antikolinergik (Ipratropium Bromida) memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari pada diberikan sendirisendiri. Obat ini diberikan sebelum mempertimbangkan aminofilin. Mengenai aminofilin dalam mengatasi serangan ini masih ada kontroversi. Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi aminofilin intravena tidak dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan serangan asma. Aminofilin
intravena dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan secara pelan ( dalam 10 menit ) diberikan pada penderita asma akut berat yang perlu perawatan dirumah sakit, bila penderita tidak mendapat teofilin dalam 48 jam sebelumnya.
4. Kortikosteroid:
Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan serangan yang refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral sama efektifnya dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang dan lebih murah. Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam. Kortikosteroid
diberikan bila: 
  • Serangan sedang dan berat.
  • Inhalasi agonis beta-2 tidak memperlihatkan perbaikan atau:
  • Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid oral jangka panjang.
  • Serangan sebelumnya juga membutuhkan kortikosteroid oral.

Kriteria untuk perawatan dirumah sakit:
  • Respon terhadap pengobatan dalam 1-2 jam tidak adekuat.
  • Penyempitan berat saluran nafas menetap ( APE < 40% perkiraan / nilai terbaik pribadi ).
  • Riwayat asma berat, apalagi bila membutuhkan perawatan dirumah sakit.
  • Penderita dengan resiko tinggi.
  • Keluhan sudah berlansung lama sebelum datang ke rumah sakit.
  • Tempat tinggal jauh/ jelek kondisinya.


Kriteria untuk masuk Ruang Rawat Intensif:
  • Tidak ada respon terhadap pengobatan awal di bagian gawat darurat dan / atau keadaan memburuk  dengan cepat.
  • Adanya disorientasi, mengantuk atau kehilangan kesadaran.
  • Adanya ancaman henti nafas: hipoxemia walaupun sudah diberi oksigen ( PO2 < 60 mHg dan / atau  PCO2 > 45 mmHg )
  •  Diruang rawat intensif kemungkinan diperlukan tindakan intubasi bila: 
  •  Keadaan terus memburuk walaupun terapi sudah optimal.
  • Pasien kelelehan.
  • PCO2 meningkat.

PENUTUP
        Asma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan inflamasi kronik dari saluran nafas, yang memberikan gejala yang bervariasi dari ringan sampai berat yang diselingi dengan eksaserbasi akut atau serangan akut. Penatalaksanaan asma kronik selain memakai obat-obat bronkodilator, yang lebih utama adalah pemberian obat-obat anti inflamasi. Obat anti inflamasi yang paling efektif dewasa ini adalah kortikosteroid inhalasi. Pada eksaserbasi (serangan) akut sangat diperlukan ketelitian dalam penilaian beratnya serangan dan penilaian respon pengobatan, sehingga dengan demikian dapat ditentukan tindakan serta pengobatan yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar